Yoka kaga, Yoka kaga
anigou-anigou,
bedo manaa tete, bedo manaa tete
anigou-anigou
Demikian sebuah lagu yang Selalu gemar dinyanyikan oleh anak- anak belia di Pedelaman Papua,
Khususnya di Mee Pago di Papua. Lagu
yang mengambarkan dunia mereka untuk melangkah ‘Anigou’ untuk memandang datangnya sang fajar pagi dunia.
Sebuah seruan untuk anak- anak Papua, ‘ Anigou’, untuk melihat datangnya matahari. Pahamilah, terjemahannya:
Anak malas, anak malas
Bangunlah- bangunlah
Ayam telah berkokok, ayam telah berkokok
Bangunlah- bangunlah
|
Kaka Melita dan Anak- Anak di Waghete, Papua. |
Nyanyian lagu ini kembali diungkapan oleh Kakak Melita Tan. Melita Tan adalah guru
Volunteer dari Jakarta yang sempat menjadi Pendidik selama satu tahun di SD YPPK Waghete, Deiyai Papua. Dia terharu, bahagia, dan senang selama satu tahun bisa hadir bersama anak- anak dan Umat
di sana.
***
Bulan juli 2014, tepat di
suatu misa biasa, saya duduk
membisu mengikuti misa perayaan yang sedang berlansung. Saya mengikuti misa hingga masuk ke Sebelum
berkat penutub.
Tanpa diduga, Romo yang memimpin misa pagi itu, memangil Merlita untuk menyampaikan ucapan perpisahaan kepada anak- anak dan Umat
di Waghete. Melita menyampaikan ucapan perpisahaannya dengan terharu
di depan podium.
Dalam ucapannya, Melita kembali mengungkapkan ‘Anigou’
yang katanya dikutip dari lagu anak- anak pedelaman ini. Melita mengatakan, Pendidikan anak- anak Papua harus ‘ anigou’. Pendidikan harus bangun.
Sebagai pendidik, dia berkali- kali mengatakan pendidikannya harus Anigou. Mungkin, lebih jahu, bangun dari kemalasan realitas untuk menatap datangnya matahari.
***
|
Bukunya Br Dieng Sj, lagi di Jual di Jakarta |
Kita kalau membaca buku Br Dieng tentang ”dari menghapus inggus hingga bermain computer“, adalah bagaimana melangkah kedunia luas untuk memandang matahari. Disana bruder ingin menunjukan anak- anak pun tak ketinggalan dengan anak- anak di
tempat lain di
Papua, barangkali di Jawa,
apalagi dalam hal computer, misalnya.
Buku yang
mengambarkan kondisi anak- anak TK Komugai hingga Smp Yppk di Waghete. Anak TK Komugai, Misalnya Feronika Pekei, anak belia, yang setiap pagi setelah anigou dalam arti budaya menuju sekolahnya di TK Komugai. Begitupun dengan anak- anak belia lainnya cukup semangat dengan dunia mereka dengan aneka permainan disana. Misalnya Feronika sendiri, Amelia Mansima, dan
Yanuaria Doo dan teman- temannya di Komugai.
Juga misalanya melalui blognya https://diengsj.wordpress.com/, kondisi anak- anak yang dihapus inggus mereka, oleh guru- guru yang membentuknya dengan kelembutan dan
cinta. Pendidiknya adalah Ibu Douw, Mamanya Alfret Palai dan beberapa Suster. Mereka benar- benar mengikuti semangat cinta dari Mother Thresia dari Calcuta
India.
Anak- anak
TK Komugai suatu saat pasti ingat, mungkin misalnya ibu guru selalu menertibkan mereka sebelum masuk. Anak- anak dihapus hingga memandikan mereka dengan sabun. Bahkan bagaimana anak- anak belia ini benar- benar menikmati dunia mereka. Dari bermain ayunan hingga berkejaran.
Dari pagi Anigou hingga pergi ke TK Sendirian atau diantar orang tua. Mereka cukup menikmatinya, mungkin. Mungkin, sebelum tidur, ingat bermain ayunan seharian di TK, Barangkali. Begitulah bukti Anigou sesuai pengalaman Feronika Pekei dan teman- temannya yang digambarkan dalam buku itu.
***
|
Buku yang ditulis oleh Johanes Supriyono tentang Pendidikan |
Mari
melangkah keatas.Yakobus Wayapa adalah satu anak yang diuraikan dalam bukunya Johanes Supriyono, yang
sebelumnya sebagai pendidik Nabire Papua, dalam bukunya“
melangkah ke dunia luas: Impian dan Pergulatan anak- anak Papua ”.
Yokobus Wayapa adalah Anak yang berasal dari Homeo, kabupaten Intan Jaya. Sepertinya kisahnya adalah, Yakobus adalah Penemu Setan Putih. Supriyono menulis mengkisahkan beberapa kali dari Yakobus untuk mengenang pria wayapa yang murah senyum ini.
Yakobus Wayapa adalah satu contoh pendidikannya didapat secara alami. Di hutan saat berburuh dan sebagainya. Dari pengalaman yang ada minimal menjadi kumpulan kecil dari pengetahuan, barangkali. Dari pengambaran kisahnya, Supriyono berharap dari tempat yang jahu dan melalui doa, Yakobus wayapa telah anigou untuk melihat matahari.
***
|
Laporan Jurnalistik Willem Bobii |
Belum lagi
pengambaran buku tema pendidikan oleh Willem Bobii tentang, "Meregenerasi Manusia Asmat". Laporan jurnalistik ini dari negeri Panggung Asmat. Kondisi bagaimana Dana Otsus untuk anak- anak dimakan
oleh Buaya. Buaya yang ada di rawa- rawa. Buaya menghantam habis dana otsus
hingga anak- anak di Asmat tidak dapat sumber harapan untuk dunia mereka.
Buaya
membentuk benteng untuk merebut Dana Otsus. Manusia yang berlalu lalang pun, tidak diperhatikan dengan baik. Apalagi soal. manusia yang
ingin belajar di sekolah dirambas oleh buaya. Intinya, Dana Otsus dirampas oleh Buaya.
Itulah
sebenarnya belum ‘ Anigou’.
***
Ungkapan ‘Anigou ‘ adalah ungkapan yang kembali diungkapkan berkali-kali oleh kakak Melita Tan dalam ucapan perpisahaanya,
setelah menyelesaikan guru volunteer selama satu tahun. Dia mengajak kepada anak-
anak dan umat untuk anigou. Minimal, anigou melalui Pendidikan. Pendidikan sebagai jalan menatap datangnya matahari.
Munkin barangkali, Merlita ingin lihat Petrus Mote, yang dikisahkan dalam blog pribadinya di https://melitarisa.wordpress.com/2015/01/15/belajar-jadi-jagoan-anak-petrus-mote/ ini dapat melihat Matahari. Dengan Proses Anigou, seperti misalnya Petrus Mote, atau semua anak- anak di Waghete atau di Seluruh Papua dapat melihat Mahatahari. Memandang datangnya Pengada dari segala pengada yakni
sumber ‘Touye Papaa “. Supaya dengan Anigou, Petrus Mote, bangga, juga Merlita Tan ikut bangga. Semua masyarakat Papua ikut bangga.
Petrus Mote Anigou. Semua Anigou dengan Pendidikan. Lebih Jahu, mungkin, ' ANIGOU' dari Realitas. Mantap. Ide Umina kakak Merlita Tan.
Salam Anigou
!